Buku ini pada bab-bab awal berusaha menjelaskan posisi Al-ikhwan dalam berbagai isu seputar politik, negara dan pemerintahan, termasuk didalamnya masalah hak minoritas, HAM dan Demokrasi serta Partai-partai. Ada beberapa hal menarik yang patut di catat diantaranya adalah pemaknaan harakah ini terhadap kata politik yang tidak umum sebagaimana difahami dan dipersepsi oleh kaum muslimin ( h.19 )
Pantas disebutkan pula 15 prinsip demokrasi yang fahami oleh Al-Ikhwan dan yang mereka anjurkan agar dapat disepakati oleh semua orang ( h.72 ), lebih jauh lagi Ikhwan mempromosikan syura dibandingkan demokrasi dalam satu bab tersendiri (Bab 3 ). Pada bab 4 menarik melihat Ikhwan membandingkan antara fenomena multi partai dan multi mazhab ( h.118 ) namun tidak lupa mengingatkan bahwa akar loyalitas kita senagai muslin tetap Allah swt, Rasulullah dan Jama’ah kaum muslimin.
Paling menarik bagi saya adalah bab 5 dan 6 dimana dibahas keterlibatan ikhwan di parlemen dan pemerintahan, sebagian masyarakat yang pandangannya terhadap islam masih terkotak-kotak, mempertanyakan mengapa hal ini bisa terjadi sebuah lembaga dakwah yang telah memberikan manfaat di berbagai bidang lain kali ini ikut pemilu dan berpartisipasi dalam parlemen dan pemerintahan apalagi yang tidak islami, sebelumnya lembaga dakwah kini berubah menjadi lembaga politik, demikinan tanya mereka
Untuk pertanyaan tersebut ikhwan menjelaskannya dengan baik sekali yaitu adanya manfaat yang melimpah didalamnya , setidaknya dakwah dapat masuk ke wilayah yang selama ini dijauhi karena dianggap kotor, namun masih adanya bertanya apa dasar hukum dan kaidah fiqhnya. Menjawab ini hal pertama yang ditekankan adalah ikhwan mengaggap masalah ini adalah masalah furu’ (cabang) yang tunduk pada aneka pertimbangan, dan diantaranya pertimbangan yang amat penting adalah jalan yang bisa mengantarkan tegaknya daulah islamiyah untuk menerapkan syariat Allah swt. ( h. 188)
Pada halaman-halaman selanjutnya dijelaskan proses bagaimana Islam dan rasulullah dapat mencapai tampuk kepemimpinan di Madinah dan melahirkan piagam madinah, persepsi historis yang kita ketahui tersebut saat ini mustahil direalisasikan, saat itu dakwah islam pertama mampu merangkul seluruh kekuatan kaum muslimin sedangakan gerakan dakwah kontemporer hanya mampu merangkul sebagian kaum muslimin. Proses memasukkan seluruh atau mayoritas kaum muslimin ke dalam gerakan islam tampak sebagai hal yang sulit dicapai, maka mau tidak mau jama’ah minal muslimin ini menempatkan dirinya dalam formulasi yang dipakai oleh partai-partai kontemporer jika hendak sampai ke panggung kekuasaan.
Tidak diragukan lagi menurut syariat keterlibatan seperti diatas tidak diperbolehkan berdasarkan teks dalil-dalil, namum keterlibatan menjadi boleh sebagai pengecualian dari hukum asalnya berdasarkan beberapa dalil berikut (1) keterlibatan yusuf a.s. dalam kementrian, (2) Sikap Raja Najasyi, (3) kemaslahatan.....
di presentasikan pada daurah tarqiyah DPC Cempaka Putih