Kesuksesan umumnya terkait prestasi, jadi kalau melihat resume pribadiku yang tidak mencantumkan prestasi apapun, wajar bila pertanyaan kesuksesan termasuk sulit aku jawab. Orang tuaku akan mengatakan Indra sukses karena sudah berhasil menjadi dokter. Tetangga dan keluarga besar akan mengatakan Indra sukses karena masuk perguruan tinggi negeri dan mendapat perkerjaan yang tetap. Mereka yang menyertaiku sepanjang perjalanan hidup melihat apa yang kulalui ini adalah sebuah kesuksesan, tapi aku sendiri yang menjalaninya melihat teman-teman seangkatan yang lebih menonjol dengan beragam prestasinya, sementara Indra ini biasa saja sebenarnya.
Sampai titik ini dalam kehidupan aku merasa tidak memiliki prestasi yang menonjol seperti orang lain yang menjadi juara lomba cabang olahraga tertentu, mendapat penghargaan akademik, mendapat beasiswa, mendapat hadiah, bonus, pekerjaan bergaji tinggi dan lain sebagainya. Dalam setiap kondisi aku selalu berusaha memberikan yang terbaik dan hasilnya juga lumayan memuaskan aku dan orang lain seperti teman dan atasan yang melihat hasil kerjaku. Untuk semua itu aku mendapatkan penghargaan, respek, dan persahabatan, tapi tidak ada satupun yang bisa kucantumkan dalam curriculum vitaesebagai prestasi dan sebuah kesuksesan yang dapat dibanggakan.
Ini bukan berarti aku mengeluhkan hidupku, hanya saja aku merasa heran sendiri dan terus berfikir lebih dalam. Inspirasi itu hinggap di dalam kereta komuter yang kunaiki setiap hari. Pada sore hari itu dalam perjalanan pulang melintasi stasiun Pasar Minggu aku menyadari kesuksesan terbesar dalam hidupku hanya dengan merubah sudut pandang sedikit. Untuk bisa memahaminya aku perlu memberikan gambaran sekilas perjalanan hidupku. Aku adalah anak kedua dari 2 bersaudara, menjalani masa kecil di kota kecil yaitu Garut di daerah Jawa Barat hingga memasuki usia SMP. Pendidikan menengah aku jalani di salah satu SMU favorit di Bandung. Hidup sendiri, terpisah dari kakak dan keluarga, hingga aku kuliah di PTN di Jakarta, menikah dan berkeluarga aku tidak pernah lagi kembali ke rumah orang tua, kecuali dalam rangka liburan tentunya.
Pada usia 16 tahun aku seperti burung yang telah pergi dari sarangnya, meninggalkan kedua orang tua dan menjalani hidup hingga saat ini di usia 31 tahun. 15 tahun telah berlalu dan banyak hal sudah terjadi dan disinilah aku merasakan sukses terbesar dalam hidupku. Dalam tahun-tahun yang berlalu itu tanpa naungan orang tua, ditengah masyarakat, mengatur hidupku secara mandiri, memilih teman sendiri, dalam kebebasan yang sebebas-bebasnya aku berhasil menjadi dewasa, meraih kematangan, kemandirian tanpa insiden apapun. Tanpa terjerat narkoba, seks bebas, atau perbuatan kriminal lainnya.
Sukses terbesar dalam hidupku adalah survive sebagai orang biasa, baik, normal dan waras ditengah masyarakat yang semakin galau ini. Itulah kesuksesan yang paling aku syukuri, berapa banyak sudah kesempatan menjadi ‘rusak’ yang aku lewati dengan disadari ataupun tanpa kusadari. Kesuksesan ini memberikan aku pijakan yang bersih, kokoh dan lapang untuk banyak berbuat, memberi manfaat, berkarya, membangun dan memperbaiki tanpa dibebani penyesalan dan hambatan dari masa lalu.
. Aku menyadari kesuksesan ini bukan lah atas usaha dan kerja kerasku tapi buah dari do’a orang tua dan rencana yang Allah swt rancang untuk diriku. Kesadaran itu terasa kuat karena kesuksesan ini tidak bisa aku klaim sebagai hasil peluh sendiri tapi bagian dari skenario besar untuk bangsa ini. Hari ini aku berada pada kondisi yang siap siaga untuk berkontribusi dalam masyarakat adalah buah dari kesuksesan tersebut. Aku meyakini bahwa aku adalah bagian dari perwujudan do’a dan pengorbanan orang-orang ikhlas, pahlawan tanpa nama, dan orang-orang terzalimi yang menginginkan bangsa ini unggul dan menjadi tauladan serta negara ini mewujudkan nama yang sudah lama disematkan yaitu sepenggal firdaus di muka bumi.