Sebagai dosen dan peneliti khususnya di fakultas kedokteran saya ingin berkontribusi setidaknya dalam dua bidang. Pertama sebagai pendidik di lingkungan fakultas kedokteran saya ingin menularkan semangat dan kultur riset pada calon dokter Indonesia. Dokter dengan semangat dan kemampuan yang mumpuni di bidang riset akan selalu membawa kemajuan pada kedokteran atau kesehatan apapun bidang yang diampunya kelak. Dokter yang selalu berhati-hati, cermat, pantang menyerah, mudah berkolaborasi, mampu menulis tentu akan memberikan manfaat yang besar pada kemajuan dunia kedokteran dan kesehatan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.
Dokter Indonesia yang terbiasa melakukan penelitian akan cenderung berhati-hati ketika menghadapi masalah dan tidak kehilangan akal ketika dihadapkan pada keterbatasan alat dan fasilitas. Sebagai contoh dokter yang bertugas di daerah terpencil dapat memperbaiki generator berbasis panel sel surya yang telah lama terbengkalai karena mampu memahami buku manual. Perbaikan generator tersebut memungkinkan penyimpanan stok vaksin untuk program imunisasi.
Penelitian selalu mendorong kolaborasi hingga seorang dokter dapat berkomunikasi secara setara dengan koleganya serta memaklumi bahwa sebagai manusia memiliki keterbatasan ilmu. Kemampuan menulis, mengutarakan ide dan melaporkan temuan sangat diperlukan oleh dokter agar kolega dan masyarakat luas dapat mengikuti perkembangan Ilmu kedokteran dengan baik. Sebagai contoh sistem rujukan hanya dapat berjalan bila spirit kolaborasi dan kerendahan hati dimiliki oleh setiap dokter. Tidak akan terdengar cerita dokter yang “memelihara pasien” atau pasien yang berobat langsung ke layanan spesialistik, karena ketika seorang dokter merasa tidak memiliki cukup ilmu untuk menangani pasien ia akan merujuk atau berkonsultasi dengan koleganya. Sementara di pihak lain seorang dokter layanan spesialistik juga tidak akan serta merta menerima pasien tanpa rujukan yang sesuai dengan bidang ilmu spesialistik yang dikuasainya.
Dokter yang memahami kultur riset cenderung rasional dan lebih mempercayai data dan fakta serta tidak silau dengan iming-iming keuntungan duniawi. Kemampuan membuat proposal riset, melaksanakan, melaporkan dan membuat publikasi riset adalah satu set keahlian yang memungkinkan seorang dokter menjadi pembelajar seumur hidup. Sebagai contoh adalah maraknya pseudoscienceyang beredar mulai dari terapi batu giok hingga terapi yang bersifat supranatural. Dokter akan mudah memisahkan terapi rasional dengan terapi abal-abal hingga dapat memberikan saran dan edukasi yang terbaik untuk masyarakat umum
Hal kedua yang ingin saya berikan adalah kontribusi di bidang kedokteran regeneratif di Indonesia. Kedokteran regeneratif meliputi bidang rekayasa jaringan, sel punca, dan biomaterial. Meski Indonesia masih tergolong negara berkembang dan prioritas riset masih terfokus pada penyakit infeksi menular namun bidang kedokteran regeneratif adalah masa depan yang harus dirintis sejak sekarang. Riset dan aplikasi terapi regeneratif akan mendorong industri farmasi meninggalkan tekhnologi konvensional dan beralih pada bioteknologi dengan produk berupa biofarmaka.
Rekayasa jaringan mencakup penggantian jaringan atau bahkan organ tubuh yang rusak dengan jaringan/organ yang dikembangkan di dalam laboratorium. Hal ini menjadi alternatif untuk memenuhi demandtransplantasi organ yang selalu lebih besar dari supply. Sebagai contoh penyakit diabetes akibat produksi insulin yang kurang, suatu saat alih-alih melakukan injeksi insulin secara rutin pasien dapat mendapat transplantasi pankreas dengan kemampuan produksi insulin yang normal.
Bidang sel punca saat ini sudah sampai pada tahap produksi sel yang mampu berdiferensiasi menjadi hampir seluruh jenis yang ada dalam tubuh menggunakan sel pasien sendiri. Fibroblas dan keratinosit yang didapat dari kulit dapat di induksi tanpa menggunakan perantara virus menjadi sel iPSc (Induced pluripotent stem cells) suatu sel yang mampu berdiferensiasi menjadi sel dari ketiga lapisan germinal ectoderm, mesoderm dan endoderm.
Bidang biomaterial melengkapi rekayasa jaringan dengan menyediakan rangka atau scaffold tempat sel tumbuh dan berkembang membentuk struktur 3 dimensi. Material biologis yang digunakan seringkali berasal dari kekayaan hayati yang banyak dimiliki Indonesia. Sebagai contoh adalah chitosan yang berasal dari hewan laut dapat dikombinasikan dengan kolagen membentuk rangka untuk tempat tumbuh fibroblast. Keratinosit yang ditanam diatas struktur ini akan menghasilkan suatu produk kulit buatan atau Bioengineered Skin yang dapat digunakan untuk terapi luka bakar atau ulkus diabetes.
Akhir kata, peran saya untuk Indonesia adalah menularkan semangat ilmiah dan kultur riset pada dokter Indonesia sehingga terbentuk dokter yang cerdas, cermat dan rendah hati dan seorang pembelajar seumur hidup untuk menyehatkan masyarakat luas. Peran saya berikutnya adalah membangun bidang kedokteran regeneratif yang mendorong revolusi industri farmasi, bioteknologi dan pemanfaatan kekayaan sumber daya hayati menjadi salah satu kompetensi strategis bangsa Indonesia diantara bangsa-bangsa lain.