Seorang pasien wanita muda 23 tahun datang kepada dokter pria 30 tahun, dengan keluhan nyeri saat berkemih. Dokter mendiagnosis wanita tadi dengan infeksi saluran kemih. Karena risau dengan yang dia alami, sang pasien tadi menanyakan apakah nyeri saat berkemih itu ada hubungannya dengan hubungan seks yang beberapa hari dia lakukan dengan pacarnya. Sebelum mengutarakan kerisauannya, sang pasien wanita ini butuh meyakinkan pada dokternya bahwa sang dokter bisa menjaga rahasia karena profesinya sebagai dokter dengan mengatakan, “saya tahu dokter dengan profesi Anda bisa menjaga rahasia saya.......”
Mengapa sang pasien wanita muda ini bisa leluasa untuk menceritakan kepada dokternya yang berlawanan jenis dengannya mengenai rahasia hubungan intim dengan pacarnya? Mengapa dokter harus bisa menjaga rahasia pasien-pasien mereka? Apakah karena dokternya sudah mengucapkan sumpah jabatan? Inilah beberapa pertanyaan sensitif yang hanya bisa dijawab setelah mempelajari etika.
Beberapa dekade ini, dengan ditemukannya teknologi pipet yang mampu memasukkan dan mengeluarkan inti sesuai dengan keinginan sang peneliti. Dalam kaitannya dengan memasukkan dan mengeluarkan inti sel, yang menjadi perhatian dalam satu dekade terakhir adalah ketika inti sel ovum dikeluarkan dan diganti inti sel soma (tubuh), sel ovum ini berubah sifatnya menjadi sebuah zigot yang bisa tumbuh menjadi seorang individu dewasa yang secara genetik sama dengan si empunya inti sel soma. Inilah yang menjadi konsep dasar kloning dalam perkembangan biologi yang akhirnya menyentuh ilmu kedokteran. Ketika merambah menuju ilmu kedokteran, berbagai tokoh agama, berbagai ilmuwan hingga politisi mulai heboh terlibat dalam polemik mengenai penerapan teknologi ini pada manusia. Berbagai pertanyaan pun muncul : apa status anak hasil kloning? Anakkah atau saudara/i kembar kah? Bagaimana hak warisnya? Bagaimana model pengasuhan yang ideal pada anak hasil kloning? Bagaimana hak, kewajiban, wewenang dan tanggung jawab wanita yang menyewakan rahimnya atau dipakai ovumnya? Bagaimana pendapat berbagai agama mengenai kloning ini? Dan banyak pertanyaan lagi yang muncul. Sekali lagi perlu dilakukan kajian etika pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang makin sophisticated.
Ruang lingkup bioetika
Dari ketiga kasus ini, terdapat garis benang merah yang saling menghubungkan, yaitu bahwa setiap kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran tidak steril dari masalah etika. Perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran dengan berbagai arah, mulai dari arah mikro dan nano molekuler di satu sisi hingga ke arah lain yang lebih besar dan global selalu bersentuhan dengan aspek-aspek etika, tergantung dimana, pada kelompok mana, dalam keadaan apa ilmu dan teknologi kedokteran itu dikembangkan. Secara umum dikatakan, bahwa perkembangan disiplin bioetika didorong oleh dua aspek, yaitu perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran serta ilmu biologi di satu sisi, di sisi lain adalah kemajuan dari emansipasi hak asasi manusia yang dielaborasi dengan gerakan liberalisme, otonomi pasien, dan anti kemapanan dan otoritas. Karena luasnya cakupan bioetika, pembahasan lingkup bioetika dibatasi pada dua kelompok masalah:
1. Dalam praktik dokter sehari-hari
2. Dalam penelitan dan pengembangan ilmu kedokteran dan biologi
1. Dalam praktik dokter sehari-hari
Isu mencari harta dengan baik dan halal
Mencari harta dengan cara yang baik, tidak mendholimi orang lain apalagi pasien, tidak memandang pasien sebagai obyek untuk mendapatkan keuntungan materiil merupakan nilai-nilai yang telah diterima secara universal. Mencari nafkah itu merupakan kewajiban, terutama bagi mereka yang menjadi kepala keluarga. Dalam tradisi Islam mencari kekayaan yang diharamkan meliputi riba atau mengeksploitasi orang lain demi mendapatkan keuntungan pribadi, suap, hadiah bagi pejabat dan korupsi, memakan harta anak yatim, prostitusi, perjudian, usaha perdukunan, merampok, berlaku curang dan merugikan orang lain, pengkhianatan terhadap amanah, memakan harta orang lain tanpa kerelaan, berbisnis minuman keras, berbisnis segala macam obat bius bukan untuk keperluan yang semestinya (medis), berbisnis patung/berhala, berbisnis babi, berjual bangkai, dan berbisnis anjing.
Kebutuhan sensitif etik dari lahir sampai kematian
Berbagai macam budaya di dunia, sangat memperhatikan hal-hal yang menyertai siklus kehidupan manusia. Peristiwa kelahiran misalnya, akan banyak cara atau ritual yang disiapkan untuk menyambut peristiwa kelahiran ini. Dalam tradisi Islam peristiwa kelahiran disambut dengan mengumandangkan adzan di telinga kanan dan Iqomat di telinga kiri. Dokter dan profesional kesehatan yang memahami bioetika, sangat direkomendasikan untuk memperhatikan hal-hal yang dianggap sakral bagi umat muslim ini. Sehingga setelah bayi dibersihkan dan setelah kondisinya dipastikan baik, mulai memberikan kesempatan kepada sang ayah bayi untuk mengumandangkan adzan dan iqomat pada bayi dan tentu saja tidak senyaring yang diucapkan di masjid. Untuk anak balita, dokter yang berinteraksi dengan anak yang sakit mulai ikut memberikan sentuhan pendidikan nilai-nilai akidah bagi anak, bahwa sakit adalah sebuah ujian, meminta anak berdoa kepada Allah SWT bersamaan dengan usahanya berobat ke dokter bersama orang tua adalah bagian dari sentuhan pendidikan nilai-nilai akidah.
Setelah anak sepuluh tahun, pemisahan gender mulai ditegaskan dengan memisahkan tidur anak laki-laki dan perempuan. Pada usia ini, juga mulai ditanamkan menjaga aurat, yakni bagian tubuh yang harus ditutup. Nilai-nilai akan semakin diperkuat ketika remaja. Ini merupakan salah satu penerapan dari maqosid syariah yaitu menjaga keturunan (akan dibahas lebih detil di bab III tentang teori etika). Karena itu peluang-peluang berkhalwat (menyendiri berduaan) tidak diperbolehkan. Hal ini mendorong pada terjadinya hubungan sex extra marital yang dilarang keras dalam Islam.
Pada saat dewasa, menikah juga mempunyai permasalahan etika sendiri hingga akhirnya meninggal. Sederhananya setiap bagian dari siklus kehidupan manusia, selalu mendapatkan perhatian etis dalam agama Islam. Permasalahan-permasalahan nilai etika inilah yang hendaknya menjadi perhatian bagi setiap profesional layanan kesehatan ketika memberikan pelayanan kesehatan bagi orang muslim.
Kontra sepsi (pengendalian populasi)
Dalam praktik kedokteran untuk pelayanan kepada masyarakat, masalah kontrasepsi sudah digunakan secara luas. Secara prinsip bahwa kontrasepsi ditujukan untuk mencegah pertemuan ovum dan sperma, sehingga tidak terjadi pembuahan. Jenis-jenis kontrasepsi yang digunakan meliputi :
• Alamiah
Jenis ini tidak memakai alat atau obat-obatan apa pun. Kontrasepsi alamiah tertua adalah koitus interuptus dan berpantang hubungan suami istri atau abstinensia. Sejak ditemukannya ovum pada manusia dan semakin dipahaminya fisiologi reproduksi, menambahkan pemanfaatan siklus menstruasi sebagai bagian dari kontrasepsi alamiah.
• Obat-obatan
Kemajuan pengetahuan dalam fisiologi reproduksi dan farmakologi membuat terobosan yang lebih canggih dalam usaha mencegah konsepsi. Bahkan beberapa obat farmakologis mampu membuat seorang wanita tidak mengalami ovulasi, karena suplai estrogen dari luar “menipu” hipofisis, sehingga folikel de graaf yang menyebabkan ovulasi tidak berkembang. Agar siklus menstruasi tetap berjalan “fisiologis” maka ditambahkan preparat progesteron. Sehingga pada hari-hari terakhir menjelang menstruasi kedua hormon ini dibuat nol, sehingga terjadi withdrawal atau menstruasi. Pengganti estrogen dan progesteron dari luar ini, mempunyai banyak jalur pemberian. Ada yang berbentu pil atau tablet, ada yang berbentuk injeksi dan ada yang berbentuk susuk yang memerlukan tindakan minor untuk memasang dan melepasnya.
• Kondom
Inilah cara mekanik pencegah konsepsi yang paling sederhana. Meskipun sederhana, alat ini baru berkembang dalam beberapa dekade terakhir. Fungsi alat ini adalah menciptakan penghalang fisik, bagi masuknya sperma ke dalam rahim.
• IUD (Intra Uterine Device)
Metoda ini merupakan gabungan metoda mekanis dan kimiawi dalam mencegah terjadinya konsepsi. Dikatakan mekanis, karena kehadiran “benda asing” di dalam uterus menghalangi implantasi hasil konsepsi. Dikatakan kimiawi, karena sebagain pakar berpendapat, IUD ini mempunyai fungsi sebagai pembunuh sperma atau spermicid.
• Sterilisasi (vasektomi & tubektomi)
Secara prinsip metoda ini termasuk menciptakan halangan fisik, tetapi merubah struktur anatomi organ reproduksi secara “permanen”. Diberikan tanda kutip karena perkembangan terakhir dua metode ini, baik vasektomi dan tubektomi “bisa dikembalikan” seperti semula.
Dampak positif yang diharapkan pembuat kebijakan masalah kependudukan dari kontrasepsi
• Pengendalian angka kelahiran
Di tingkat makro dengan jumlah pertumbuhan penduduk lebih terkendali, akan membuat perencanaan penataan lingkungan, pangan, pakaian, perumahan, air bersih dan kebutuhan lain bisa diantisipasi dengan seoptimal mungkin. Di tingkat mikro di rumah tangga, dengan dibantu kontrasepsi, akan terjadi pemanjangan rentang waktu antar kelahiran. Sehingga kualitas pengasuhan masing-masing anak di tiap keluarga mendapatkan waktu yang cukup.
• Pengendalian angka abortus provokatus?
Seorang ahli kebidanan dan kandungan dalam sebuah seminar hukum kedokteran memaparkan bahwa penyumbang terbesar kejadian abortus provokatus di Indonesia adalah bersumber dari mereka yang sudah berrumahtangga.
Dampak negatif yang bisa muncul dari pemakaian kontrasepsi secara luas oleh masyarakat
• Free sex (pergaulan bebas)
Inilah dampak yang tidak bisa dihindarkan dari distribusi alat-alat kontrasepsi secara luas. Orang bisa berhubungan seks kapan saja dengan siapa saja tanpa “takut” akan hamil. Perilaku ini akan semakin subur bila didukung dengan budaya permisivisme dan hedonisme. Penelitian yang membuktikan hal ini dapat dilihat dari penelitian Wong et al (2009)[1] yang meneliti perilaku hubungan seksual pra nikah pada 500 remaja pada Klinik Penyakit Menular Seksual di Singapura. 500 remaja yang lain digunakan sebagai kontrol dengan kesesuaian umur, jenis kelamin, dan etnisitas. Faktor independen yang signifikan pada remaja pria sebagai pendorong untuk melakukan hubungan seks pra nikah adalah menonton pornografi disusul kurang percaya diri melawan tekanan sebaya, adanya persepsi bahwa lebih dari separoh teman mereka telah berhubungan seksual, sikap permisif, keterlibatan dalam akitivitas gang, peminum, merokok dan tinggal di lingkungan perumahan berbiaya rendah. Untuk remaja putri yang tertinggi adalah pengalaman pelecehan seksual (sexual abuse), DO dari sekolah, kurang percaya diri melawan tekanan sebaya dan sikap permisif.
• Nilai keperawanan
Budaya hedonisme dan permisivisme serta perilaku seks ekstra marital, akan merubah nilai yang dianut remaja tentang keperawanan dan keperjakaan. Keperawanan dan keperjakaan sebagai simbol kesucian seseorang dalam menjaga hubungan yang mendalam pria dan wanita yang bukan muhrim menjadi merosot.
• STD
Dampak lain dari tersebar luasnya kontrasepsi tanpa pembatasan distribusi, terutama non kondom, akan meningkatkan resiko penyebaran penyakit menular seksual. Ini juga dampak dari menjamurnya budaya permisivisme, hedonisme dan perilaku seks ekstra marital.
• Komplikasi
Penggunaan kontrasepsi sendiri secara medis juga mempunyai risiko efek samping walaupun kecil frekuensi kejadiannya. Komplikasi medis yang terjadi misalnya terjadinya kehamilan ektopik, yaitu kehamilan yang terjadi di luar rahim, karena hasil pembuahan tidak mungkin tumbuh dalam rahim, malah tumbuh di tempat lain. Beberapa penelitian mengaitkan penggunaan kontrasepsi oral dan injeksi dengan kejadian kanker. Data-data ini juga harus menjadi pertimbangan bagi profesional kesehatan dalam memberikan advis kepada pasien-pasien mereka dalam memilih jenis-jenis kontrasepsi.
2. Dalam penelitian dan pengembangan ilmu kedokteran dan biologi
Perkembangan ilmu kedokteran dan biologi dalam beberapa dekade terakhir, mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Sebagaimana yang telah dijelaskan di awal bab ini, seperti penemuan pipet sel yang mampu memindahkan isi nukleus dari sel satu ke sel lain membuat perubahan dramatis dalam arah pengembangan pengobatan penyakit di masa depan. Beberapa perkembangan dramatis akan kita bahas satu per satu.
Prokreasi (fertilitas in vitro)
Kasus berikut untuk menunjukkan bahwa perkembangan kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran bukanlah berada di dalam ruang hampa tanpa keterkaitan sejarah maupun budaya serta keyakinan manusia yang mengitarinya. Bayi tabung atau biasa disebut dengan in vitro fertilization adalah buah kemajuan dari ilmu dan teknologi kedokteran. Apakah ilmu dan teknologi lanjut bidang kedokteran ini langsung bisa diterapkan untuk mereka yang kesulitan mendapatkan keturunan? Ternyata tidak. Secara prosedur, proses pembuahan dalam laboratorium dilakukan dengan menggunakan sperma dari suami dan ovum dari istri yang sah. Setelah dipertemukan, walaupun dengan tingkat kesulitan yang tinggi, akhirnya terbentuklah zigot. Zigot yang bermula dari satu sel, kemudian membelah menjadi dua sel, kemudian empat sel, delapan sel, enam belas sel hingga menjadi morula. Dengan kemajuan ilmu teknologi kedokteran, diberikan enzim melisiskan ikatan antar sel-sel ini, kemudian masing sel-sel yang terpisah ini tumbuh menjadi mandiri, hingga terbentuk bisa jadi tiga puluh dua atau enam puluh empat calon janin. Kemudian, tergantung pada permintaan pasangan suami istri ini, apakah ia ingin mengambil satu calon janin saja atau dua atau tiga bahkan empat sekaligus. Melihat proses ini muncul beraneka ragam pendapat yang mengutub, menolak di satu sisi dan mendukung sepenuhnya di kutub yang lain. Mereka yang menolak berpendapat bahwa walaupun hanya berwujud satu sel, tetap dia adalah manusia yang dimuliakan. Tetapi sebagian yang lain, dia belum manusia, ditiupkan ruh itu setelah seratus dua puluh hari sesudahnya. Selama belum ditiupkan ruh, masih bisa dimanipulasi. Diantara mereka yang menyetujui manipulasi tubuh manusia sebelum dianggap manusia berbeda pendapat mengenai batasan waktu. Ada yang enam belas minggu, ada yang sepuluh minggu dan sebagainya.
Sel Punca
Nama lain adalah sel bibit, sel tandan, sel batang, sel tunas, sel pluripotent sebagian menamai stem cells. Sel punca ini mempunyai potensi yang luar biasa dia siap berkembang menjadi lebih dari 200 sel tubuh yang berbeda. Sumber sel punca manusia yang potensial untuk dikembangkan adalah sel embrionik yang merupakan hasil konsepsi sperma dan ovum, gigi susu anak, tali pusat dan sumsum tulang. Beberapa peluang penggunaan yang saat ini negara-negara maju untuk berlomba-lomba menemukan teknik yang murah dan aman yang nantinya dapat dikomersialisasikan adalah penggunaan sel punca untuk menggantikan jaringan yang rusak dan berpeluang menggantikan transplantasi organ. Beberapa permasalahan yang muncul dengan “eksplorasi” dan “eksploitasi” sel punca agar bisa dikembangkan menjadi alternatif terapi yang handal di masa mendatang adalah :
1. Kita bereksperimen dengan sel-sel tubuh kita sendiri, siapakah diantara kita yang bersedia sel-selnya dibuat eksperimen? Walaupun sel-sel seperti sumsum tulang bila si pemilik adalah dewasa, sel miliknya diambil dilakukan eksperimen di laboratorium.
2. Obyek eksperimen adalah keturunan kita. Siapa di antara kita yang mau sel-sel “bakal” anak turunnya dilakukan eksperimen?
3. Kalaulah pertanyaan 1 dan 2 ada yang bersedia, sejauh manakah wewenang hukum dan etika profesi membolehkan melakukan eksperimen pada “calon” manusia. Apakah profesi kedokteran diberikan wewenang penuh untuk melakukan “eksploitasi” dan “eksplorasi” pada “calon” manusia?
4. Kalaulah pertanyaan 3 ada jawaban ya dari otoritas etik dan moral seperti hakim, agamawan dan lembaga hukum , lalu muncul pertanyaan sebatas mana “calon” manusia itu tidak boleh dilakukan eksperimen karena sudah “bernyawa”?
5. Muncul pula pertanyaan, bagaimana kontrol dan pengawasan bahwa program research sel punca ini benar-benar berada di jalur yang benar? Bisa jadi, eksperimen dilakukan pada “calon” manusia yang tidak ditanamkan ke dalam rahim wanita, pada program fertilitas in vitro (bayi tabung). Apa sanksi hukum bagi pelaku research yang tidak meminta persetujuan peserta program bayi tabung, yang “calon” manusia keturunannya dipakai untuk eksperimen?
Setiap kelompok budaya dan sosio-religius akan mempunyai jawaban sendiri-sendiri dan bisa jadi bertentangan satu dengan yang lain. Inilah contoh bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran tidak berada di ruang hampa, tetapi berada dalam lingkungan budaya dan sosio-religius yang memberikan nilai pada setiap perkembangannya.
Rekayasa genetik
Dalam lima puluh tahun terakhir, telah terjadi perkembangan yang luar biasa pengetahuan dan kapabilitas manusia dalam aspek genetika hingga tingkat molekuler. Pemetaan genome yang merupakan proyek ambisius lintas negara telah diselesaikan dengan tuntas. Dengan kemajuan ini, manusia telah memasuki area dimana dia telah memiliki kemampuan mengontrol sendiri bentuk fisik dan biokimia tubuh mereka. Dengan ilmu ini dapat diketahui pula bakat-bakat penyakit yang potensial diderita orang. Pemanfaatan pengetahuan pemetaan genome dan ditindaklanjuti dengan potensi rekayasa, mendatangkan peluang yang sangat besar untuk penuntasan permasalahan penyakit yang ribuan tahun telah melilit manusia, tetapi sekaligus mengundang potensi masalah yang tidak kalah dahsyatnya dan berdampak pada nasib generasi manusia di masa mendatang.
Peluang yang menguntungkan
- Rekayasa genetika dapat mengobati penyakit yang diturunkan secara genetik dengan merekayasa gen anak dari penderita yang secara genetik terdapat kelainan
- Pengetahuan yang luas tentang genetika dalam bidang farmakologi dapat meningkatkan ketepatan dosis obat setiap individu. Pada kasus ini gen tertentu yang merupakan marker terbatasnya kadar enzim hati yang memetabolisme obat. Sehingga dosis obat yang diberikan pada orang yang memiliki marker ini lebih rendah hingga separoh dosis kebanyakan orang.
- Pengetahuan tentang epidemiologi genetika molekuler, membuat perencanaan kesehatan seseorang lebih bersifat individual, karena potensi penyakit yang akan diderita seseorang akibat terdapatnya marker molekul tertentu dalam gen tubuhnya.
- Menghasilkan manusia-manusia yang lebih berkualitas karena keberhasilan merekayasa gen-gen tertentu yang merupakan kelemahan biologi-kimiawi seseorang.
Potensi permasalahan yang ditimbulkan
- Dampak kegagalan rekayasa genetika bersifat multigenerasi. Hal ini dikarenakan kegagalan tidak saja berpengaruh pada individu yang mengalami, tetapi juga diturunkan. Sehingga berpotensi menghasilkan ras “cacat” genetik dengan stigma psikososial yang mengikutinya.
- Penyalahgunaan informasi “potensi” penyakit seseorang oleh perusahaan asuransi. Perusahaan asuransi akan menolak memberi pelayanan pada individu yang diketahui secara genetik menimbulkan masalah penyakit yang berdampak pada berkurangnya keuntungan yang diterima pemegang saham perusahaan asuransi
[1] Wong, M.L., Chan, R.K.W., Koh, D., Tan, H.H., Lim, F.S., Emmanuel, S., and Bishop, G. (2009), Premarital Sexual Intercourse Among Adolescents in an Asian Country: Multilevel Ecological Factors Pediatrics;124;e44-e52