Pasien-pasien itu berdatangan. Mula-mula satu dua orang, lalu bergerombol dan jadilah suasana Puskesmas menjadi riuh bagaikan pasar. Namun “pasar” disini bukan pasar pada umumnya. Suasana pasar memang ramai, tetapi suasana hati, tidak diselimuti dengan perasaan khawatir, suasana serba gembira terutama bagi penjual yang dagangannya laris. Walaupun ada perkecualian bagi penjual yang pembelinya datang senin-kamis alias jarang atau sepi dan tidak laku.
Namun “pasar” di Puskesmas ini suasana bertolak belakang seratus delapan puluh derajat perbedaannya, semua diliputi suasana gundah, khawatir, dilanda perasaan tidak nyaman, kenikmatan tercerabut baik sementara maupun ada yang permanen, dan mungkin sebagian besar dilingkupi perasaan harap-harap cemas menunggu “vonis” dari dokter atau perawat, yang mempengaruhi perjalanan hidup selanjutnya. Karenanya pasien dalam bahasa Inggris “Patient ” artinya sabar.
Pepatah mengatakan “lain ladang lain belalang” artinya setiap orang, setiap tempat mempunyai ciri-ciri khas yang berbeda-beda. Tampaknya pepatah ini bersifat universal dan berlaku pula untuk keadaan dalam “pasar” di Puskesmas. Orang-orang yang berada di
Daya tahan dan daya banting orang terhadap sakit yang diderita dan suasana menunggu pun beragam antara satu pasien dengan pasien yang lain. ada yang sangat sabar, hingga bersedia didahului dua atau tiga orang sakit sesudahnya, ada yang sabarnya dalam batas normal; yaitu karena terpaksa harus antri dan terpaksa harus sabar menanti, namun demikian ada juga yang tidak sabaran mintanya didahulukan. Kata orang, namanya juga anaknya orang banyak, banyak karakter yang tak terduga.
Salah satu jenis pasien yang tipenya tidak sabaran, yaitu bernama bu Sutarmi [bukan nama sesungguhnya]. Dan memang karena sakitnya membuat ia jadi tak tahan dengan ketidaknyamanan yang sangat, apalagi kalau dilihat pasien-pasien yang datang sebelumnya relatif lebih sehat dibandingkan dirinya. Karena yang ia derita adalah sakit panas atau demam tinggi, maka di sela-sela petugas yang tergopoh-gopoh mencari kartu catatan medis pasien yang datang, bu Sutarmi berteriak dengan agak lantang,
“bu badan kulo panas, kulo nyuwun dipun dhisikaken [bu, berhubung badan saya terasa panas, saya ingin antrean saya di dahulukan].”
Petugas atau staf catatan medis pun menimpali dengan kata-kata yang tidak kalah sengit
“bu..kalau panjenengan [anda] panas, berteduh di
sambil menuding ke arah teras Puskesmas berkata dengan nada suara yang agak tinggi pula.
Karena kata-kata itu terdengar lucu, maka banyak staf yang ikut tertawa, walaupun sebagian sambil ditahan-tahan ketawanya biar tidak menyinggung perasaan pasien. Namun isyarat-isyarat dari wajah itu tidak dapat disembunyikan, bu Sutarmi bisa menangkapnya. Hatinya tambah dongkol dan tidak habis pikir.
“Saya ini
pikirnya dalam hati dengan jengkel dan marah. Karena kesabarannya juga ada batasnya maka meluncurlah kata-kata yang deras dan bernada tinggi,
“Bu, Mbak, Mas dan Pak,…Pasien juga manusia, punya rasa punya hati dan punya harga diri!”
“Hargai dong perasaan saya!!”
Seluruh staf yang melihat dan mendengar: ??!!..!?