Mina, Dzulhijjah 1428
Ini cerita tentang adu tampang antara seorang dokter dengan seorang satpam.
Malam itu saya mendatangi
Mustasyfa Mina Al Wadi, sebuah rumah sakit musiman yang diperuntukkan bagi jamaah haji yang sedang mabit di Mina. Meskipun judulnya rumah sakit musiman tapi bangunannya permanen dan fasilitasnya wiss pokoke saya belum pernah lihat di Indonesia RS dengan bangunan greng dengan fasilitas yang sangat lengkap. Bayangkan UGDnya saja bener-bener Ugede (kalo di kita namanya ugede tapi ukecil-ukecil ya?). Setiap pasien yang masuk akan langsung di triage dan masuk ke satu petak khusus dengan set periksa yang lengkap plus perawat yang siap mengasses dengan cepat. Emergency trolley tak absen di tempat yang mudah diakses kapan saja.
Nah malam itu saya mengantar satu pasien yang jatuh syok dan sangat anemis dengan abdomen yang sangat tegang dan nyeri. Agaknya
internal bleeding. Sekalian mau lihat pasien satu lagi yang aku kirim tadi siang dengan
Old Pneumonia. Nah sampai di lobi UGD saya bertemu dengan seorang berseragam sekuriti. Segera saya bertanya bolehkah saya masuk, dengan memperkenalkan diri sebagai dokter. Keadaan saya malam itu memang ndak tampang dokter babar blas. bayangkan begini: Kurus, kepala botak (siangnya habis tahalul), pakai kaos oblong, celana cingkrang semata kaki, sandal jepit harga 4 real. Satu-satunya yang nantinya menopang tampang serampang ini hanyalah jaket seragam TKHI bertuliskan nama saya.
Apa yang terjadi? Satpam yang berwajah imut dan berbadan gendut mirip badut (dah berapa dut yah..?) itu tidak percaya.
Katanya,"
Anta daktur? Preett!..." (kamu dokter? pret!..), sambil menjebirkan bibir dan melengos. Pokoke lawak banget. Aku jadi kesal juga dibegitukan. Persisnya, kesel, campur geli ngelihat wajahnya yang
mengepretttkan saya. Agaknya bibirnya itu memang sengaja didesain sejak lahir khusus untuk adegan malam ini. Adegan pengepretttan seorang dokter Indonesia.
"Na'am. Ana daktur. Iqra!" saya meyakinkannya sambil menunjuk emblem di jaket yang saya kenakan. Ane fanas nih, lagi cafek gini anta malah ngeledek...
Balas saya,
"Anta satfam? Masya Allah.." Dianya cuma bengong:
Satfam? afa fula satfam tu?Lah iya kalo penampilanku gak meyakinkan sebagai dokter, apa dia cukup layak untuk berpenampilan satpam? Jujur nih, kalo ada jurinya malam itu untuk menentukan siapa, apakah saya cukup pantas jadi dokter, apa dia cukup layak jadi satpam, pasti akan memenangkan saya telak.Asal jangan dibalik, bisa-bisa aku yang menang tipis sebab kepalaku botak. Lah satpam kok ra nggegirisi babar blas! Lucu malah... Lha orang aku kalo ingat dia malah jadi inget teletubies kok, swerrr!
Akhirnya setelah ngomong-ngomong gak nyambung (lah dia pake bahasa Arab saya pake bahasa Inggris Depok ya kapan nyambungnya) saya melihat ada Pak Dokter Arab beneran lewat. Segera aku lari ke arahnya dan sok akrab.
Plok'en pentunganmu satpam, batinku. Memang beda banget dokter musafir dari tanah Jawa ini dengan dokter impor asli Arab ini. Dia tinggi gendut, jenggotnya rindang, pake kaca mata tebal dan pake jas dokter putih selutut. Beda banget sama saya yang kaya anak ilang ini...
Mungkin karena sama -sama dokter, kami ngomongnya nyambung. Atau paling nggak yang bisa disambung-sambungkan. Dan Pak Dokter Arab mengijinkan saya masuk mengantar dan menengok pasien saya.
Sambil berjalan ke dalam, sekali lagi saya menoleh ke De' Satpam (dari wajahnya sih umurnya belasan tahun lah) tadi sambil meyakinkan pandangan mata sendiri:
Itu tadi satpam apa teletubbies ya? Hehehe... afwan jiddan ya akhie satpam di Mina. Becanda..