Dia ditempatkan oleh pemerintah di Kabupaten Bangunlu, sebuah daerah yang rawan terjadi gempa. Hingga suatu ketika gempa dahsyat terjadi meluluh lantakkan banyak bangunan dan rumah penduduk melanda hampir seluruh wilayah kabupaten tersebut. Ternyata Allah SWT masih memberikan taufik-Nya dengan masih terselamatkan sebagian besar bangunan rumah sakit tempat dokter Darmawan SpB mengabdikan ilmunya untuk masyarakat.
Keterampilan, keahlian serta kecekatan manajemen pembedahannya benar-benar diuji waktu itu. Karena bantuan tenaga dokter bedah baru datang tiga hari sesudah peristiwa tersebut terjadi, keletihan fisik dan psikis sudah mulai mendera dokter Darmawan SpB beserta tim bedahnya. Setiap hari dia melakukan lebih dari 60 kali operasi. Kamar operasi benar-benar menjadi tempat tinggalnya selama 3 kali 24 jam. Dengan mulai berdatangannya bantuan tim medis dari berbagai tempat memberikan kesempatan bagi dokter Darmawan beserta timnya rehat barang setengah hari, walaupun tetap saja dia melakukan operasi, karena pasien yang datang tidak kunjung berhenti. Dua minggu sesudahnya baru jumlah pasien yang berdatangan berangsur-angsur turun dan kembali seperti keadaan semula. Tetapi pasien yang datang di poliklinik bedah tetap saja masih berjubel karena banyak yang kontrol pasca operasi.
Andi, seorang pemuda berumur 25 tahun adalah salah satu diantara sekian ratus pasien yang telah dioperasi oleh dokter Darmawan SpB. Luka menganga di perutnya membuat dia harus dilakukan laparotomi cito, dan dilakukan pada pukul 01.00 dini hari atau operasi yang ke 45 pada hari ketiga yang dilakukan oleh tim bedah dokter Darmawan SpB. Operasi berjalan baik, sesuai rencana, diteliti tidak ada luka usus yang tidak terlewatkan lagi, semua luka pada usus sudah dijahit, luka perut ditutup rapi kembali.
Setelah sembuh dan tidak ada keluhan yang berarti, Andi, mau pergi merantau ke Makasar, bertolak dari Jakarta. Ketika di bandara, dia terpaksa dihentikan langkahnya oleh petugas bandara karena tidak lolos tes logam. Karena bingung, ada logam apakah dalam tubuhnya, akhirnya dia diberitahu oleh petugas bandara kalau dalam perutnya ada benda semacam gunting. Mendapatkan informasi itu, dia segera melayangkan surat tuntutan malpraktik pada dokter Darmawan SpB yang telah mengoperasi dirinya ketika terjadi musibah gempa dahsyat satu setengah bulan yang lalu.
Dokter Darmawan SpB, mengajukan solusi damai, dengan menawarkan operasi pengambilan klem yang tertinggal dalam perut tanpa dipungut biaya hingga luka operasi sembuh kembali. Tawaran damai itu diterima, karena Andi juga memaklumi kalau situasi waktu itu dalam suasana bencana dan kacau, serta beban kerja dokter Darmawan SpB beserta tim demikian beratnya.
Operasi pengambilan klem berhasil dan sekarang Andi sudah sembuh dan bekerja seperti sedia kala.
Pertanyaan:
Apakah kasus dokter Darmawan bisa dikategorikan sebagai malpraktik?
Dengan menggunakan kriteria 4 D
D1; Duty of care; benar ada bukti duty of care, dimana dokter Darmawan SpB telah melakukan operasi laparotomi
D2; Dereliction of duty, terbukti ada, yaitu dengan menggunakan kaidah res ipsa loquitor klem yang tertinggal di rongga abdomen jelas akibat perbuatan dokter dan tim bedahnya tanpa sedikitpun andil dari pasien
D3; Damage, yaitu berakibat adanya klem yang tertinggal dalam rongga abdomen, masih untung belum mengakibatkan kerusakan yang lebih lanjut
D4; Direct causality, jelas ada hubungan langsung antara damage yang terjadi dengan dereliction of duty yang dilakukan dokter
Keadaan yang meringankan pada kasus Andi ini adalah
- Setting terjadinya saat gawat darurat dan saat terjadi disasters dimana kasus yang harus ditangani deras mengalir di luar keadaan normal
- Kondisi tim bedah yang dipimpin oleh dokter Darmawan berada dalam keadaan kelelahan sehingga rawan terjadi kelalaian. Menurut catatan Atul Gawande penulis Better bahwa kejadian gunting maupun klem yang tertinggal dalam rongga abdomen adalah 1 dibanding 15.000 operasi, dan kejadian terseringnya adalah pada kasus gawat darurat dan pada kasus yang tidak jelas.